KITA TETAP BERGERAK

Ketika dihadapkan pada realitas, kadang kita merasa lelah atas keadaan dan situasi, penguasa yang tak peduli atas hak rakyat, kawan yang berubah menjadi pengecut-pecundang dan mereka yang bertindak dengan kebodohannya. Tapi rasa itu sirna tatkala api semangat untuk perubahan masih terjaga dalam jiwa. Kita bergerak dan pasti bertindak…!! kita tidak mengelakkan konfrontasi!!!

AGITASI

Perlahan kebersamaan mengikis nurani

Tergerus tatkala ego merajai alam sadar

Menabur hasut menghinggapi satu persatu

Berakumulasi mewujudkan perbedaan

Meruncing dan membelah kesetiaan

Terburai menampilkan dalamnya kepicikan

Hingga saatnya tiba…. Waktu telah menguji

tekad dan kebulatan sikap

PROVOKASI

Dering pesan singkat membangkitkanku dari sandaran kursi goyang diruang workshop milik temanku. Kebetulan, malam tadi kami baru saja berdiskusi dengan beberapa sahabat karib dan teman-teman mahasiswa.Betapa terkesimanya aku tatkala membaca isi pesan singkat tersebut, mengejutkan ketika sang pengirim pesan adalah seorang aktivis perempuan yang selama ini banyak berdiskusi denganku dan selama ini ia tak pernah mengirimkan pesan singkatnya sepagi ini (00.17 WIB), maklum ia seorang aktivis yang lebih bersifat permisif.

KADER...

Aku terbangun setelah mendengar suara gaduh teman-teman dari gerakan mahasiswa. Sore itu aku beristirahat di “secretariat” Alumni pergerakan mahasiswa.Beberapa mahasiswa (kurang lebih 10 orang) menghampiriku kedalam kamar, salah satu diantara mereka menjadi juru bicara dan menyampaikan beberapa hal mengenai perkembangan gerakan mahasiswa. Saat itu aku hanya menganggap biasa saja, karena hal ini sudah biasa bagi kami ketika bertemu dengan orang-orang yang se”habitat” untuk membicarakan sekaligus mengup-date situasi dan perkembangan sosial politik.
Semenjak sore tadi, sesak memenuhi ruang dada menghimpit rasa yang hampir memudarkan akal sehat.Meradang hingga menembus batas-batas emosi. Ingin mengapresiasikan dalam gerak dan suara, tapi tertahan. Tak sanggup, hingga saatnya tiba jika itu memang memaksa maka tidak ada jalan lain jika keterpaksaan yang dikehendakinya.Jika saja mereka tak memulainya mungkin ini tak menjadi peristiwa yang melahirkan dua kutub. Ya, dua kutub, aku (dkk) dan mereka yang telah memilih jalan dan orientasi serta sikap masing-masing.Terima kasih kepada mereka yang telah bersikap dan terima kasih kepada mereka yang selama ini pernah mengisi proses perjalanan pergerakan sosial.Ku hormati dan hargai serta sanggat berterima kasih kepada mereka yang masih bertahan untuk memilih menjadi idealis. Tanpa itu, menjadi tanpa makna dan arah.
Sebelumnya, sore tadi jam 4 tepatnya, aku dihubungi via telepon oleh G, seorang dari kelompok minoritas yang memiliki pengaruh lumayan kuat di komunitasnya. Selanjutnya aku bertemu dengan ia dan kelompoknya tepat jam 6 sore.Ternyata mereka meminta aku untuk memberikan analisa mengenai suksesi kepemimpinan ditingkat lokal dan memberikan rekomendasi tentang figur mana yang layak untuk dipilih.Terus terang, aku tak bisa memberikan rekomendasi tentang figur mana yang layak untuk dipilih karena mereka memang tak layak untuk dipilih, aku ungkapkan beberapa parameter yang tak mungkin bisa mereka penuhi.Perubahan tak mungkin terjadi jika mereka yang mengendalikan kekuasaan tak memiliki kehendak politik untuk menata dan memberikan akses pelayanan bagi masyarakat. Jejak rekam merupakan sarana untuk memperbandingkan apa yang telah dilakukan dalam proses dan pembuatan kebijakan public.Harapan akan adanya perubahan hanya bisa apabila didalam kekuasaan itu sendiri cukup tersedia orang-orang democrat, memiliki pemahaman mengenai Negara kesejahteraan, dan berjiwa kerakyatan. Intinya bahwa mereka kandidat kepala daerah ini tak memiliki basis ideology, padahal ideology merupakan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ia menjadi garis besar perjuangan untuk kearah perubahan dan pembaharuan.
Baru saja ia meninggalkan ruang tamu rumahku, datang seorang diri lewat tenggah malam.Sulit baginya untuk mengungkapkan dari mana percakapan ini harus dimulai.Basa-basi tentunya, ketika mencoba membuka percakapan dengan wacana situasi dan kondisi mengenai dinamika suksesi kekuasaan pemerintahan di daerah. Basa-basi itu menyita waktu sesaat.Lalu ia langsung masuk dalam pembicaraan pokok persoalan, ya… persoalan dinamika gerakan sosial politik yang selama ini kami lakukan.Akhirnya banyak persoalan ditingkat internal yang kami diskusikan, mulai dari soal konflik perseorangan hingga sikap terhadap prinsip dan nilai yang selama ini kami jadikan pedoman hidup dalam bermasyarakat dan bernegara.Ternyata dapat disadari bahwa selama ini tidak lagi ada ketaatan dalam melaksanakan pengorganisasian, struktur dan sistematika pergerakan, pendistribusian sumberdaya organisasi, bahkan hingga soal analisa keadaan.Strategi dan taktik tanpa disadari tidak lagi dijadikan sebagai rujukan dalam melaksanakan gerakan disektor teknis operasional.Betapa memprihatinkan, bagi kami ini merupakan suatu ‘kecelakaan’, ketika prinsip dan nilai yang merupakan idealisme perlahan mulai memudar berganti dengan kepentingan jangka pendek. Padahal strategi dan taktik merupakan kepentingan jangka panjang yang menuntun kita kearah cita-cita perjuangan. Kita selalu berharap agar taktik yang dilakukan jangan sampai melenyapkan strategi.Untuk kesekian kalinya pasang surut organisasi ini berlangsung, tapi setidaknya ini akan menjadi satu pelajaran berharga dalam menghadapi konsolidasi kedepan. Mengutip M. Hatta “ia tidak mempunyai tulang punggung yang mudah membungkuk. Ia hanya tunduk pada prinsip yang dimufakati bersama. Tetapi ia tidak bisa dan tidak biasa menundukkan diri kepada orang seorang”.

JIKA PERASAAN...

Kebahagiaan menampakkan diri melalui rajutan kata-kata. Dihampirinya telaga jiwa hangatkan rasa. Bersandar cinta beralas keniscayaan menerbangkan helai demi helai keraguan. Persinggungan akan tiba waktunya menjelma dalam keseimbangan perasaan. Disini… kecup kerelaan terlampias bak prasasti terukir diraga. Sontak !!! dalam diri berkutat “inikah pernyataan ataukah sekedar perasaan?”. Jika pernyataan, alam raya maukah menjadi saksi??. Jika perasaan, apakah sekedar untuk menggugah nurani??. Ijinkan saja guratan itu menghiasi perjalanan nasib dan takdir.

PROSES PEMBUATAN UNDANG-UNDANG

PROSES PEMBAHASAN RUU DARI PEMERINTAH DI DPR RI

RUU beserta penjelasan/keterangan, dan/atau naskah akademis yang berasal dari Presiden disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan Surat Pengantar Presiden yang menyebut juga Menteri yang mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut. Dalam Rapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh Pimpinan DPR, kemudian Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Terhadap RUU yang terkait dengan DPD disampaikan kepada Pimpinan DPD.

Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR bersama dengan Menteri yang mewakili Presiden.


dpr2.jpg


PROSES PEMBAHASAN RUU DARI DPD DI DPR RI

RUU beserta penjelasan/keterangan, dan atau naskah akademis yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR, kemudian dalamRapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh DPR, Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Selanjutnya Pimpinan DPR menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang berasal dari DPD tersebut kepada Anggota dalam Rapat Paripurna. Bamus selanjutnya menunjuk Komisi atau Baleg untuk membahas RUU tersebut, dan mengagendakan pembahasannya. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, Komisi atau Badan Legislasi mengundang anggota alat kelengkapan DPD sebanyak banyaknya 1/3 (sepertiga) dari jumlah Anggota alat kelengkapan DPR, untuk membahas RUU Hasil pembahasannya dilaporkan dalam Rapat Paripurna.

RUU yang telah dibahas kemudian disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR dan kepada Pimpinan DPD untuk ikut membahas RUU tersebut.

Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya surat tentang penyampaian RUU dari DPR,Presiden menunjuk Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR.


dpr1.jpg


PROSES PEMBUATAN UNDANG-UNDANG

DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD. DPD dapat mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Apabila ada 2 (dua) RUU yang diajukan mengenai hal yang sama dalam satu Masa Sidang yang dibicarakan adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang disampaikan oleh presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

RUU yang sudah disetujui bersama antara DPR dengan Presiden, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang. Apabila setelah 15 (lima belas) hari kerja, RUU yang sudah disampaikan kepada Presiden belum disahkan menjadi undang-undang, Pimpinan DPR mengirim surat kepada presiden untuk meminta penjelasan. Apabila RUU yang sudah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.


dpr3.jpg

BEREBUT MENDEKATI KEKUASAAN

(4 Okt 07) Kelompok-kelompok politik akan selalu berdampingan dengan kepentingan dan patron politiknya. Dalam satu kelompok politik biasanya terdapat faksi tertentu berlatarbelakang orientasi tersendiri. Hari ini aku diajak oleh teman yang aktif dalam kelompok politik untuk ikut dalam acara buka puasa bersama di satu rumah makan, tempat ini biasa dijadikan arena lobi politik, ditempat ini banyak teman-teman yang ku kenal menghadiri acara yang sebenarnya merupakan hajat politik. Aku hanya mengadiri sesaat, hanya 10 menit saja, karena beberapa orang merasa tak nyaman dengan kehadiranku yang memang tak diundang. Aku mau saja diajak oleh temanku untuk ikut dalam acara tersebut, karena sebelumnya temanku meyakinkan aku bahwa acara ini sifatnya santai, tak ada obrolan strategis. Mereka yang hadir merasa risih, karena aku merupakan bagian dari kelompok yang berseberangan dengan mereka. Temanku tetap berada disana, namun belum 30 menit berlalu temanku meneleponku “Acara kacau, lu ada dimana? Gua mau ngobrol..” Ternyata, diacara tersebut beberapa faksi saling menuding atas “berantakannya’ dinamika politik internal yang sekarang mereka hadapi. Temanku merupakan salah satu tim sukses kepala daerah yang secara resmi dicalonkan oleh partai besar, sementara mereka yang hadir dicara tersebut merupakan tim sukses yang tidak lolos dicalonkan oleh partai yang sama. Peristiwa ini cukup membuat ku gusar, hanya karena persoalan perbedaan pandangan, sikap dan garis politik, pilihan politik, mampu menafikan hubungan antar manusia, kemanusiaan hanya sebatas jargon tidak diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hanya ada arogansi, hanya ada sebatas perilaku yang mirip kearah fasis. Kita boleh berbeda tapi bukan berarti untuk meninggalkan kemanusiaan!!!!

PENGHIANATAN BEGITU MENYAKITKAN

Kegusaran, keprihatinan, kekecewaan, mungkin juga kemarahan. Rasa itu mengitari pergulatan dalam dialektika diantara beberapa teman yang menemuiku. Hari ini, gambaran yang dipaparkan oleh teman-teman, mengingatkanku akan 2 (dua) peristiwa yang sama, substansi yang tak jauh berbeda, membangkitkan emosi.


Apakah kini orang-orang tak lagi mempersoalkan moralitas, etika, pranata sosial yang berkembang dalam masyarakat dalam norma dan kaidah?? Apakah mereka lupa tentang hak dan kewajiban? Apakah mereka juga lupa akan tata nilai dan rasionalitas?


Penghianatan begitu menyakitkan, tapi ini realitas yang hadir sebagai dinamika.


Ini untuk ketiga kalinya, harus berhadapan dengan teman sendiri. Berhadapan untuk urusan prinsipil, soal komitmen dan konsistensi serta resiko. Tak peduli bahwa akan kehilangan teman, tak peduli jika memang harus berseberangan dan konfrontasi. Kita bicara soal ucapan dan perbuatan, akal-mulut-hati harus linier, tidak bisa seenaknya untuk bertindak zig-zag.


3 (tiga) temanku menceritakan tentang peristiwa beberapa hari kebelakang bahwa beberapa teman melakukan perbuatan dan tindakan yang telah mengganggu eksistensi, nama baik, dan keutuhan cita-cita perjuangan. Sebenarnya tak ada kaitannya dengan pelanggaran, penyimpangan terhadap misi yang harus diemban. Tapi ini soal sederhana yang akan berimbas pada tujuan perjuangan, soal taktik yang berbahaya dalam mencapai strategi. Ringkasnya taktik ‘makan’ strategi. Jika sudah demikan maka tak ada pilihan lain, kita yang ‘rusak’ atau hanya segilintir orang saja yang harus disingkirkan, pahit memang tapi ini demi untuk menyelamatkan cita-cita dan tujuan bersama.


Jika kita anti kekerasan maka kita harus tidak untuk bertindak dengan kekerasan


Jika kita bicara soal hak maka kita tak boleh sedikit pun memungut hak orang lain


Jika kita mendambakan kebahagiaan maka biarkan ia ada dalam kesejahteraan, kedamaian, kenyamanan, dan jauh dari ketakutan.




17.00 - 8 Sept 2007, thanks untuk O, D, dan Gayor yang masih peduli dan prihatin terhadap keadaan. Begitu menyakitkan, tapi kalian adalah orang-orang yang siap untuk merasa ter-‘sakit’-i.

SATU LAGI

edmond_yang_theworldinmyhands.jpgHari ini jum’at 31 Agustus 2007 jam 00.30 WIB seorang kawan menunjukkan SMS yang baru saja diterimanya, Inalillahi Wainailaihi Rojiun.

Satu lagi teman seperjuangan meninggalkan dunia yang penuh kemunafikan, menghisap manusia satu oleh manusia yang lain, melupakan kewajiban moral manusia.

Inilah barangkali yang sering dikatakan oleh beberapa teman bahwa pada hakikatnya di negeri tercinta ini kita tak akan menikmati kemerdekaan, tapi kemerdekaan itu akan hadir manakala ajal menjemput kita.

Hanya kematian barangkali yang membuat kita tak lagi memikirkan bangsa dengan segudang permasalahannya.

Kita harus terus melanjutkan perjalanan pembaharuan sosial, walaupun diluar sana semakin banyak penghianat-penghianat rakyat dan terus mengadakan regenerasi, kader muda penjarah bangsa!!!!!

Jangan sampai menguatnya generasi-generasi penjarah bangsa melemahkan semangat kita untuk tetap berada di garis perubahan, karena perubahan hanya tinggal menunggu waktu.

Jika waktu ku sampai maka aku akan menikmati perubahan tapi jika waktu ku tak sampai maka kuberikan pada anak-anak dan cucuku untuk menikmatinya.

Usia perubahan ini mungkin lebih panjang dari nafasku dan dalam proses kita hanya berharap dan membangun generasi yang memiliki keshalehan sosial.

Untuk temanku, teman seperjuangan.. teman yang tak pernah lelah mengingatkanku akan nilai dan idealisme.

SELAMAT JALAN KAWAN SEMOGA ALLAH SWT MEMBERIKAN TEMPAT YANG TERBAIK BAGIMU…AMIEN…

PENDUKUNG, MENDUKUNG, Ga DUKUNG

Tadi malam aku dijemput oleh A… seorang pengusaha keturunan tionghoa dan S… seorang aktivis keagamaan minoritas untuk berjumpa dengan seorang calon walikota, Snt…. inisialnya. Seorang pengusaha pribumi yang ternama. Cukup lama, hampir 4 jam kami berbicang dari jam 20.00 WIB s/d jam 00.00 WIB. Banyak hal kami diskusikan mulai dari gossip politik hingga memperdebatkan bagaimana melakukan pembaharuan bagi kota ini.

Pada intinya Snt meminta dukungan pada kami untuk bisa membantu dan mensukseskan dirinya dalam proses pemenangan pilkada kedepan. Snt adalah orang kedua yang meminta aku untuk berada dalam barisannya. Sebelumya -3 bulan yang lalu- untuk hal yang sama, aku juga diminta oleh seorang bakal calon walikota, Spm seorang mantan birokrat eselon II yang baru pensiun 1 tahun lalu, untuk masuk dalam jajaran tim strategi perumusan program.

TOLERANSI.. ADA DIMANA DIA?

g0_smoke_800x600.jpgHari ini mereka benar-benar tidak lagi memiliki toleransi dan tidak memahami keberagaman. Karena mayoritas mereka seenaknya menghalangi hak warga Negara yang minoritas untuk melaksanakan keyakinannya, padahal setiap warga Negara memiliki hak yang sama tanpa ada diskriminasi.

INTELEKTUAL PEMANGSA

dont-cry-for-me-iran.jpgKenapa mereka atau setiap diri kita mudah berubah. Aku memiliki kenyataan bahwa kawan-kawan (perjuangan/pergerakan) kita telah memilih (sadar/tidak) untuk menyakiti hati rakyat. Aku tak membayangkan bahwa ketika mereka mengajak aku minum di Coffee Been, Starbucks, mengajak makan di Grand Mario dan bertingkah hedon di Oasis dll bahkan seringkali mereka memberikan aku “oleh2”, semua itu ternyata bukan materi yang mereka usahakan dengan keringat mereka sendiri, materi yang didapat mereka adalah kekayaan yang dihasilkan dari “memeras rakyat” alias sebagai Penjahat Anggaran Negara.

Kita tak bisa berbuat apapun, karena itulah yang mereka bisa… bisanya ngerampok uang Negara!!!


Banyak yang mengatakan bahwa aku pun bisa seperti mereka….. betul kata mereka bahwa setiap dari kita bisa berbuat demikian, tapi apakah ia mau atau TIDAK!!!

IA AKAN TETAP ADA

Kembali kata-kata itu terurai disini

Dalam bait tanya demi kepedulian, untuk resah yang menjejaki

Memaksakan pasrah dalam untaian cinta

Ia ada... tapi tak juga menampakkan jiwa sesungguhnya

Seperti dedaunan menguning terhempas atau dihempaskan

Hanya jaman akan temani pergulatan nurani

Sampaikan pada kesungguhannya.... ia akan tetap ada 



20-8-2007 untuk mereka yang lebih dulu lahir setengah abad yang lampau, untuk mereka yang senantiasa mendendangkan harapan dan kekecewaan

UNTUK DIA DISANA

Mungkin suara ini selalu di nanti

Catatan lampau menjadi titik mata air menepikan kegersangan


Sukmanya mencoba menjamah relung hati pencipta goresan kata-kata


Suara ini… goresan ini…


Seolah bagian seberkas cahaya menerangi asa akan renjana


Renjana di balik sang perantara


Renjana yang ada tanpa bentuk


Renjana hadir disela bathin terhimpit


Bathin yang meronta tatkala mata air dan berkas cahaya tak jua hampiri


Lalu… hampirilah ia dalam sukmamu.


 


13 agustus 2008, dari seberang segara hadir melalui desiran udara dan suara itu menghiasi

PENGHIANATAN

Kegigihan untuk mempertahankan nilai dan norma yang hidup di masyarakat merupakan perjuangan penuh perlawanan. Kondisi sosial ekonomi akan selalu mempengaruhi sikap mental, pola pikir dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari manakala ia tidak lagi peduli terhadap pranata sosial.

 


Perlawanan menghadapi kondisi sosial ekonomi sekaligus perlawanan tekanan psikis adalah pertarungan idealisme terhadap realitas.


 


Realitas akan selalu membayangi dan menggoda yang bertujuan mengikis idealisme. Kita tak tahu apa yang akan terjadi kemudian jika idealisme telah tergadaikan pada materialistis.Jika saja berlatih untuk menempa mentalitas yang ideal, kekuatan menahan, melawan dan mengalahkan realitas tinggal menanti kemenangan.


 


Tapi bagaimana jika komitmen untuk tetap bertahan pada prinsip dan pedoman hidup kemudian dikhianati..... tentu saja pedih!! Betapa nilai yang selama ini diperjuangakan sudah tak lagi menjadi pijakan dalam menata kehidupan, hanya tampak seonggok sampah.

GERAKAN KAUM CENDIKIAWAN

Kenapa ya… sekarang tuh banyak orang ngomong tentang penghianatan intelektual/cendikiawan, kebangkitan kaum intelektual… malahan… tentang pemberontakan kaum intelektual. Tapi…. Banyak orang menganggap bahwa kaum intelektual telah berkhianat terhadap tanggungjawab moralnya sebagai kaum yang terdidik… Kenapa mereka memberikan “cap” penghianat?..... kata mereka bahwa kaum intelektual lebih mementingkan nilai-nilai praktis daripada nilai-nilai ilmu pengetahuannya, maksudnya atau dengan perkataan lain kaum intelektual dianggap telah mem-prostitusi-kan ilmu pengetahuannya bagi kedudukan dan kemenangan status sosial maupun politiknya… (ngeri ya…) Dan… kata mereka lagi… bahwa semestinya tugas kaum inteletual itu bukanlah untuk mengabdi kepada kepentingan-kepentingan politik, justru untuk mempertahankan nilai-nilai abadi yang abstrak dan berlaku bagi tiap jaman dan keadaan, yaitu : kebenaran, keadilan dan rasio. Bener juga sih kata mereka itu… buktinya!!!Coba aja kita liat, dengar, dan rasakan… bahwa sebagian kaum intelektual telah berkolaborasi dengan kaum oligarki ORBA/Neo-ORBA dengan bersikap anti-demokrasi, menentang HAM, anti perikemanusiaan dan anti-moralitas. Lebih-lebih….. telah berkhianat terhadap tanah airnya sendiri…. (gileeeee….) Jadi…. Kapan ya kira-kira kaum intelektual Indonesia bangkit kembali (dulukan ada Bung Hatta, Bung Sutan Sjahrir, Bung Tan Malaka dll), berontak…Lalu orang akan mengatakan “lihatlah mereka berbondong-bondong mengisi penuh ruangan-ruangan seminar untuk membuka hati nurani mereka yang sejak lama telah terdiam”. Yang lain juga mengatakan “lihatlah… mereka tidak saja memiliki tanggungjawab akademiknya tapi mereka memerankan fungsinya sebagai agen perubahan sosial dengan mengimplementasikan pengetahuannya untuk membebaskan rakyat dari keterasingan, kebodohan, kemelaratan, ketertindasan…” ya…. rakyat tidak hanya miskin tapi dimiskinkan, mereka tidak hanya bodoh tapi sengaja dibuat bodoh dst.... lebih menyakitkan ketika kita tahu bahwa itu dilakukan oleh negara!!! Dengan terstruktur dan sistematis.... rakyat hanya dijadikan objek bukan subjek!!! Dan... kaum intelektual yang memerankan fungsinya sebagai agen sosial sungguh sangat sedikit jumlahnya... memprihatinkan..Lebih banyak diantara mereka “menyerbu” pangkat dan kedudukan... kemudian setelah menjadi golongan vested interest memprostitusikan lagi ilmu pengetahuannya untuk mempertahankan kedudukannya. Lebih lanjut.... maka kita sebagai kelompok menengah yang merupakan bagian dari kaum intelektual  sudah menjadi kewajiban mengambil posisinya untuk perubahan, yakni bukan untuk mengubah dunia... tetapi untuk tetap setia kepada suatu cita-cita yang perlu dipertahankan demi moralitas umat manusia.... Nah... jadi sebagai kekuatan kelas menengah kita harus melakukan partisipasi politik (bukan politik praktis) dalam mewujudkan dan melaksanakan hak dan kewajiban warga negara.... dan sudah saatnya kaum muda intelektual tidak lagi bersikap apatis, apolitis, skeptis.... apalagi hedonis... Konklusinya.... maka : ketika orang tidak lagi diberi ruang kecuali untuk melawan maka intelektual pun menjadi pemberontak.... JANGAN RAGU, JANGAN TABU UNTUK BICARA POLITIK KARENA MANUSIA ADALAH MAKHLUK POLITIK!!!!

KEBEBASAN, KEMANUSIAAN DAN RASIONALITAS

Kebebasan akan selalu beriringan dengan keniscayaan akan nilai keadilan. Keadilan diberikan atas dasar rasionalisasi atas dasar kemanusiaan. Berharap akan perubahan dan pembaharuan adalah mimpi menuju proses ketahanan mentalitas dan kegigihan menghadapi situasi dan keadaan.

BUNDA...

Kegalauan akan satu kepastian dipagari raut wajah kepedihan..
Kesedihan mengaliri detik demi detik mengiringi detak jantung
Jangan.. jangan biarkan denyut nadi itu terhenti dalam nestapa
Tapi… kapan menghadirkan senyum?
Lelah.. terasa sesak.. menghimpit dan mengiris batin
Membelah rasionalitas tergelincir meniti tebing batas akal
Biarlah, persimpangan resah ini pasti ingin berakhir
Menepi pada satu garis cita.. tanpa hipokrisi

 Juli 2007, 00.30. untuk bunda, yang selalu menghibur, menyayangi dengan ketulusan. Kebangaan untukmu manakala kebebasan, kemanusiaan, keadilan tetap menjadi prinsip hidup.