JIKA PERASAAN...

Kebahagiaan menampakkan diri melalui rajutan kata-kata. Dihampirinya telaga jiwa hangatkan rasa. Bersandar cinta beralas keniscayaan menerbangkan helai demi helai keraguan. Persinggungan akan tiba waktunya menjelma dalam keseimbangan perasaan. Disini… kecup kerelaan terlampias bak prasasti terukir diraga. Sontak !!! dalam diri berkutat “inikah pernyataan ataukah sekedar perasaan?”. Jika pernyataan, alam raya maukah menjadi saksi??. Jika perasaan, apakah sekedar untuk menggugah nurani??. Ijinkan saja guratan itu menghiasi perjalanan nasib dan takdir.

PROSES PEMBUATAN UNDANG-UNDANG

PROSES PEMBAHASAN RUU DARI PEMERINTAH DI DPR RI

RUU beserta penjelasan/keterangan, dan/atau naskah akademis yang berasal dari Presiden disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan Surat Pengantar Presiden yang menyebut juga Menteri yang mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut. Dalam Rapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh Pimpinan DPR, kemudian Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Terhadap RUU yang terkait dengan DPD disampaikan kepada Pimpinan DPD.

Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR bersama dengan Menteri yang mewakili Presiden.


dpr2.jpg


PROSES PEMBAHASAN RUU DARI DPD DI DPR RI

RUU beserta penjelasan/keterangan, dan atau naskah akademis yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR, kemudian dalamRapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh DPR, Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Selanjutnya Pimpinan DPR menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang berasal dari DPD tersebut kepada Anggota dalam Rapat Paripurna. Bamus selanjutnya menunjuk Komisi atau Baleg untuk membahas RUU tersebut, dan mengagendakan pembahasannya. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, Komisi atau Badan Legislasi mengundang anggota alat kelengkapan DPD sebanyak banyaknya 1/3 (sepertiga) dari jumlah Anggota alat kelengkapan DPR, untuk membahas RUU Hasil pembahasannya dilaporkan dalam Rapat Paripurna.

RUU yang telah dibahas kemudian disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR dan kepada Pimpinan DPD untuk ikut membahas RUU tersebut.

Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya surat tentang penyampaian RUU dari DPR,Presiden menunjuk Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR.


dpr1.jpg


PROSES PEMBUATAN UNDANG-UNDANG

DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD. DPD dapat mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Apabila ada 2 (dua) RUU yang diajukan mengenai hal yang sama dalam satu Masa Sidang yang dibicarakan adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang disampaikan oleh presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

RUU yang sudah disetujui bersama antara DPR dengan Presiden, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang. Apabila setelah 15 (lima belas) hari kerja, RUU yang sudah disampaikan kepada Presiden belum disahkan menjadi undang-undang, Pimpinan DPR mengirim surat kepada presiden untuk meminta penjelasan. Apabila RUU yang sudah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.


dpr3.jpg

BEREBUT MENDEKATI KEKUASAAN

(4 Okt 07) Kelompok-kelompok politik akan selalu berdampingan dengan kepentingan dan patron politiknya. Dalam satu kelompok politik biasanya terdapat faksi tertentu berlatarbelakang orientasi tersendiri. Hari ini aku diajak oleh teman yang aktif dalam kelompok politik untuk ikut dalam acara buka puasa bersama di satu rumah makan, tempat ini biasa dijadikan arena lobi politik, ditempat ini banyak teman-teman yang ku kenal menghadiri acara yang sebenarnya merupakan hajat politik. Aku hanya mengadiri sesaat, hanya 10 menit saja, karena beberapa orang merasa tak nyaman dengan kehadiranku yang memang tak diundang. Aku mau saja diajak oleh temanku untuk ikut dalam acara tersebut, karena sebelumnya temanku meyakinkan aku bahwa acara ini sifatnya santai, tak ada obrolan strategis. Mereka yang hadir merasa risih, karena aku merupakan bagian dari kelompok yang berseberangan dengan mereka. Temanku tetap berada disana, namun belum 30 menit berlalu temanku meneleponku “Acara kacau, lu ada dimana? Gua mau ngobrol..” Ternyata, diacara tersebut beberapa faksi saling menuding atas “berantakannya’ dinamika politik internal yang sekarang mereka hadapi. Temanku merupakan salah satu tim sukses kepala daerah yang secara resmi dicalonkan oleh partai besar, sementara mereka yang hadir dicara tersebut merupakan tim sukses yang tidak lolos dicalonkan oleh partai yang sama. Peristiwa ini cukup membuat ku gusar, hanya karena persoalan perbedaan pandangan, sikap dan garis politik, pilihan politik, mampu menafikan hubungan antar manusia, kemanusiaan hanya sebatas jargon tidak diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hanya ada arogansi, hanya ada sebatas perilaku yang mirip kearah fasis. Kita boleh berbeda tapi bukan berarti untuk meninggalkan kemanusiaan!!!!