PENDUKUNG, MENDUKUNG, Ga DUKUNG

Tadi malam aku dijemput oleh A… seorang pengusaha keturunan tionghoa dan S… seorang aktivis keagamaan minoritas untuk berjumpa dengan seorang calon walikota, Snt…. inisialnya. Seorang pengusaha pribumi yang ternama. Cukup lama, hampir 4 jam kami berbicang dari jam 20.00 WIB s/d jam 00.00 WIB. Banyak hal kami diskusikan mulai dari gossip politik hingga memperdebatkan bagaimana melakukan pembaharuan bagi kota ini.

Pada intinya Snt meminta dukungan pada kami untuk bisa membantu dan mensukseskan dirinya dalam proses pemenangan pilkada kedepan. Snt adalah orang kedua yang meminta aku untuk berada dalam barisannya. Sebelumya -3 bulan yang lalu- untuk hal yang sama, aku juga diminta oleh seorang bakal calon walikota, Spm seorang mantan birokrat eselon II yang baru pensiun 1 tahun lalu, untuk masuk dalam jajaran tim strategi perumusan program.


Gagasan, visi dan misi, program, dijabarkannya dengan sangat detail… retorika kah???


Aku masih harus menimbang untuk memberikan jawaban ya atau tidak dengan menelusuri jejak rekam yang disembunyikannya… setiap orang pasti memiliki hal yang negative!!


Jika saatnya tiba dan itu mengharuskan aku berada didalamnya, maka tidak ada pilihan untuk membantu satu diantara dua. Dengan keyakinan bahwa keterlibatan ku bukan untuk memudahkan akses kepada kekuasaan karena selama ini aku banyak kenal dengan lingkaran elite kekuasaan!!! Atau bukan untuk mencari mata pencaharian dari kekuasaan, untuk apa? Jika memang itu yang aku cari, sedari dulu jika mau aku sudah mengumpulkan pundit-pundi rupiah. Tapi bukan itu yang aku cari, yang aku cari adalah bagaimana kekuasaan dapat memberikan akses kepada masyarakat untuk menikmati kebutuhan dasar dalam hidup.


Kita pedih menyaksikan kemiskinan disekitar kita. Orang tua tak mampu mensekolahkan anaknya, seorang bapak tak mampu membiayai pengobatan keluarganya, satu keluarga hanya mampu makan 2 kali sehari. Ini wujud kemiskinan structural!!!! Hingga kini hanya sedikit politisi-politisi yang sungguh-sungguh memperjuangkan rakyat, mengabdi untuk rakyat demi keadilan dan kesejahteraan.


Salahkah rakyat jika mereka selalu bermimpi untuk dapat hidup layak??!!!!


Rakyat harus mewujudkan mimpi-mimpinya, rakyat harus berperan sebagai subjek demokrasi tidak lagi selalu menjadi objek.


Peran kita, kaum intelektual adalah membangun kesadaran kolektif rakyat dengan memberikan pencerahan, pendampingan, dan yang terpenting adalah pendidikan politik.


Pendidikan politik begitu sangat penting. Dalam pendidikan politik maka rakyat akan memahami, menyadari, dan memperjuangkan hak-hak sipil, politik, ekonomi, social, dan kulturalnya. Jika hak-hak ini dapat disadari oleh rakyat maka disinilah aras demokrasi, rakyat terlibat secara aktif dalam proses partisipasi politik. Rakyat tidak lagi akan dimobilisasi secara politik, tetapi secara politik mereka akan memobilisasi dengan sendirinya secara sukarela.


Akan kah mimpi ini akan menjadi kenyataan?? Atau kita memang masih perlu dan banyak bermimpi……@ 27 Agustus 20007

No comments:

Post a Comment