Rela Saja... Lah!!!

Rasionalisasi di perlukan dalam kerangka menemukan objektifitas, sehingga tidak disimpulkan atau diputuskan hanya emosi an-sich.

Jika objektifitas itu telah diyakini maka tak ada yang dapat menegasikanna karena ia merupakan kebenaran, bukan lagi pembenaran. Pembenaran menjadi suatu keputusan karena ia didasari oleh subjektifitas.

Objektifitas tentunya juga dilalui oleh empirisme. Apa yang telah ada atau berlangsung merupakan proses panjang menuju kebenaran.

Apakah kemudian, dalam kehidupan sehari-hari, kita juga memerlukan cara diatas tadi? Jawabannya adalah Ya!!

Seperti halnya ketika mengenal seseorang, tidak hanya sebatas begitu saja mengenalnya.

Ini hanya sekedar catatan pembuka saja...

Tak semua orang dapat memahami dan mengerti tentang cara hidup dan gaya hidup dari masing-masing kita. Untuk memahami cara hidup dan gaya hidup itu tak hanya didasari atas apa yang terlihat, namun banyak hal yang tak terlihat mungkin akan menjadi penghalang, hambatan, rintangan atau bahkan mungkin akan menjadi ancaman.

Karenanya, dalam proses ini perlu setidaknya akal sehat menjadi faktor dalam menentukan pilihan dan keputusan.

Cara hidup kita tak mungkin bisa disamakan atau berharap agar mereka dapat beradaptasi dengan kita, justru lebih banyak diri kita yang beradaptasi dengan mereka yang lain.

Apalagi apa yang biasa kita lakukan bagi sebagian orang awam adalah sesuatu yang tak biasa, tak lazim. Menjadi tak biasa dan tak lazim karena mereka tak pernah ada dan tak pernah terlibat bahkan tak peduli dengan dinamika yang kita geluti. Mereka menjadi bagian dari kolektivitas, dan tanpa disadari mereka, sebenarnya kita justru ada dalam dinamika mereka.

Pokok persoalannya adalah kita jangan memaksakan diri jika mereka tidak pernah terlibat dalam dinamika kita lalu kita 'menjerumuskan'nya dalam kehidupan ini. Mereka adalah orang-orang yang hanya akan menjadi 'korban' dari kita. Korban ketidakbahagiaan, korban ketidaknyamanan, korban ketidaktentraman.

Jadi, keikhlasan/kerelaan adalah kunci bagi kita semua untuk bisa memberikan kesempatan pada mereka untuk memilih, memberikan kesempatan kepada mereka yang telah memilih untuk mengevaluasi kembali dan membuat keputusan. Hal ini bukan berarti sikap arogan atau egois, tapi ini perlu dilakukan. Hal yang paling menyakitkan adalah manakala kita mendapati penyesalan mereka adalah efek dari apa yang ada pada diri kita, apa yang kita kerjakan, apa yang menjadi pilihan kita.

Untuk mereka yang pernah ada, adalah mereka yang menginspirasi dan memotivasi serta memberikan koreksi untuk bersikap bijak. Mereka adalah guru perjalanan hidup ini. Mereka adalah bagian dari sejarah yang selalu memaknai hidup.

Terima kasih, karena mereka, diri ini harus kembali memperhatikan apa yang berbeda. Dan karena mereka pilihan itu harus ada... Ada untuk mereka yang mengerti dan memahami realias tidak hanya dilandasi oleh aspek emosional semata.

No comments:

Post a Comment