Gimana Ya....

Kembali harus memikirkan dan mempertimbangkan perjalanan ini dengan akal sehat. Bukan bermaksud untuk meragukan apa yang telah berlangsung, tapi semua hal yang telah terjalin harus didialektikakan kembali. Mendialektikakan adalah cara terbaik dalam kerangka untuk menemukan objektifitas dan keyakinan akan langkah dan tujuan serta komitmen baik yang telah ada maupun yang akan menjadi komitmen bersama.
Memang ini merupakan sebuah paradox. Rasionalisasi hanya bisa diurai melalui metode pertentangan, penegasian antara tesis dan anti tesis yang menghasilkan sintesa. Kontradiksi ini diperlukan!!!
Jika keinginan ini dianggap hanya sebagai justifikasi, biarlah itu menjadi penilaiannya. Ia harus memahami bahwa langkah demi langkah dalam perjalanan ini begitu berat bahkan mungkin membosankan, pedih, dan beresiko. Keinginan ini merupakan jawaban untuk menjadi suatu keyakinan, yakin untuk tak mengecewakan dan yakin untuk tidak melanjutkan sesuatu yang mungkin akan berakibat kekecewaan baginya. Kebahagiaan itu mahal, tak seperti dalam untaian kata semata yang berujar dalam syair keindahan. Kebahagiaan hanya relative diantara orang-orang yang mau memaknainya.
Konklusinya, biarkan ini tak berkelanjutan jika hanya menuruti emosi semata. Kedua, biarkan saja berlalu menjadi sebuah kisah yang pernah ada, kisah yang kelak akan menjadi kenangan dalam lamunan. Ketiga, berikan kesempatan kepada lainnya untuk menyusuri keindahan akan renjana yang ada pada jiwamu dan mengikrarkan ‘selamanya untukmu’, semoga akan menjadi kebahagiaan. Amin.

No comments:

Post a Comment