Asosial

Banyak hal yang mesti dilakukan. Untuk diri sendiri, ia, keluarga, dan masyarakat.
Harus sedapat mungkin membagi waktu, tenaga, dan/atau (mungkin) biaya untuk semuanya tadi. Beberapa orang beranggapan bahwa sebelum diri sendiri mencapai puncak maka tak perlu mengurusi kepentingan orang lain. Anggapan demikian bagiku adalah sikap individualistis, pikiran a-sosial. Mereka lupa bahwa manusia adalah mahkluk sosial, makhluk yang berinteraksi dengan manusia lain, zoon politicon kata Aristoteles. Kita hidup dalam realita, ada penindasan dan penghisapan, terjadi pencerabutan hak rakyat. Lalu jika posisi diri kita belum 'aman' apakah kita harus menafikan orang-orang disekitar kita? Menutup mata bahwa diri kita dan di sekitar kita sedang tak 'aman'. Jika ya, berdosalah manusia yg demikian.
Walaupun diri kita tak seberuntung mereka dari kalangan 'the have' tapi kita memiliki 'harta' sebuah harga diri. Kalaupun suatu saat nanti diri kita 'beruntung' bukanlah hasil dari upaya-upaya menghianati rakyat, menjilat pantat penguasa, atau berkolaborasi dengan sistem kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau golongan.
'Berbahagialah' mereka yang turut berkorban demi kepentingan rakyat banyak. Duniamu tak seindah permata tapi jejak hidupmu melampaui kilauan permata dan pikiranmu ada sepanjang jaman.

No comments:

Post a Comment